Pernyataan ini disampaikan dalam konteks pengakuan atas pengabdian panjang ribuan ASN non-PNS yang telah menjadi tulang punggung pelayanan publik di pelosok negeri. Jika disahkan, kebijakan ini berpotensi mengubah sistem kepegawaian nasional, termasuk jaminan pensiun setara bagi mereka yang telah mengabdi 10-20 tahun.
Dede Yusuf menekankan bahwa pengangkatan tanpa tes bukan sekadar kemudahan administratif, melainkan bentuk penghargaan negara atas loyalitas, kesabaran, dan ketulusan PPPK serta honorer. "Kami akan membahas peralihan PPPK jadi PNS tanpa tes, serta hak pensiun bagi mereka," ujarnya, seperti dikutip dari sumber resmi PPID by SUHU Minggu (23/11/2025).
Pernyataan ini muncul di tengah diskusi panas soal reformasi birokrasi, di mana pengabdian lapangan dianggap sebagai bukti kompetensi utama, bukan hanya hasil ujian formal. Ribuan PPPK yang mengajar di sekolah terpencil, menjaga Puskesmas di daerah terisolir, dan mengurus administrasi pemerintahan kini berharap 2026 menjadi momentum bersejarah untuk status ASN seutuhnya.
Latar belakang isu ini berakar pada ketidakpastian status PPPK yang telah bertahun-tahun menunggu kejelasan. Meski telah melewati "ujian kesetiaan" dengan tetap melayani tanpa jaminan, banyak di antaranya belum memiliki hak pensiun dan karier jangka panjang seperti PNS. Pemerintah kini dihadapkan pada pilihan: menilai dari hasil tes atau mengakui pengabdian sebagai dasar pengangkatan.
Diskusi ini bagian dari upaya lebih luas untuk memperkuat pemerintahan digital berkelanjutan, termasuk webinar ASN & AI yang dijadwalkan 27 November 2025, membahas integrasi teknologi untuk efisiensi birokrasi. Reaksi publik terhadap gagasan ini positif, dengan banyak suara di media sosial menyerukan pengakuan atas kontribusi non-PNS.
Namun, tantangan implementasi tetap ada, seperti koordinasi antar-kementerian dan anggaran pensiun. Jika tertunda, harapan bagi PPPK yang telah terlalu lama menunggu bisa kembali menggantung, berpotensi memicu ketidakpuasan di kalangan aparatur.


