Bernardus mengatakan, 40 lulusan tersebut telah resmi dikukuhkan dan kini diharapkan segera kembali ke masyarakat untuk berkontribusi nyata.
“Kami melepaskan mereka agar kembali ke masyarakat, bekerja bersama-sama, membuka usaha, dan ikut memajukan pembangunan di Maluku Tenggara, khususnya di ohoi-ohoi atau desa-desa,” ujarnya penuh semangat.
Ia menjelaskan, para lulusan berasal dari dua program studi utama, yakni Ilmu Komunikasi dan Ilmu Pemerintahan, dengan total beban studi 144 SKS yang ditempuh selama empat tahun.
Menurutnya, kurikulum STIS disusun agar mahasiswa tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga memiliki kepekaan sosial dan kemampuan berpikir kritis terhadap persoalan pembangunan daerah.
“Proses belajar mengajar kami laporkan secara berjenjang, tidak hanya ke yayasan, tetapi juga ke Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah XII Maluku–Maluku Utara di Ambon dan Kementerian Ristekdikti,” terang Bernardus.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa lulusan STIS harus menjadi bagian dari solusi sosial di tengah masyarakat. Dengan bekal keilmuan sosial, komunikasi, dan pemerintahan, para sarjana diharapkan mampu membuka ruang-ruang kolaborasi, membangun jaringan, serta memberdayakan potensi lokal.
“Wisuda bukan akhir, tapi awal dari pengabdian. Mereka harus membawa perubahan dan menunjukkan bahwa ilmu sosial punya peran besar dalam memajukan masyarakat di akar rumput,” tandasnya.
Upacara wisuda tersebut dihadiri Pejabat Pemerintah Daerah, Pimpinan Yayasan, Dosen, dan keluarga mahasiswa. Momen itu menjadi simbol kebanggaan sekaligus panggilan bagi generasi muda Maluku Tenggara untuk membangun Negeri dari desa.


