Penulis: Rifer. D. H. Refra
KOTA TUAL, HARIANMALUKU.com - Di ujung timur Maluku, angin laut Kei berembus membawa cerita lama tentang persaudaraan yang pernah retak. Kota Tual, dengan laut birunya yang mempesona, tak hanya menyimpan keindahan, tapi juga luka-luka kecil yang lahir dari amarah dan salah paham di antara anak-anak muda.
Sejak 2023, kawasan Dullah Selatan menjadi salah satu wilayah rawan konflik sosial. Cekcok di warung, pesta yang berujung kericuhan, hingga pengaruh minuman keras ini merupakan hal-hal sepele yang sering berakhir pada bentrokan antar-pemuda.
Luka dan kehilangan menjadi bagian dari hidup warga yang sesungguhnya hanya ingin damai di tanah kelahiran mereka.
Namun di tengah kerentanan itu, muncul secercah harapan. Ia datang bukan sebagai proyek besar, tapi sebagai panggilan hati.
Dialah Andreas Rafra, SH., Camat Dullah Selatan yang kini juga menjabat Plt. Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Tual, yang menggagas lahirnya RAMA (Rumah Pemuda Maryadat).
“Maryadat berarti bermartabat,” ujar Andreas dalam satu sesi sosialisasi di Kelurahan Lodar El, Jumat (24/10/2025).
“Jika kita ingin pemuda menjadi pelindung, bukan pemicu, maka mereka harus diberi ruang untuk tumbuh dengan martabat.” tambah Andreas.
RAMA bukan sekadar nama, tapi simbol dari cita-cita sosial baru di Kota Tual. Sebuah rumah yang ingin menampung keresahan, membangun dialog, dan menumbuhkan kepemimpinan baru di kalangan anak muda.
Program ini baru memulai tahap sosialisasi di Desa Tual dan tiga kelurahan di Kecamatan Dullah Selatan: Ketsoblak, Lodar El, dan Masrum.
Sosialisasi tersebut didukung dan dihadiri baik dari unsur TNI–Polri, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, pemuda, OKP Cipayung Plus, para lurah, kepala desa, serta ketua RT/RW.
Keterlibatan lintas unsur ini menjadi pondasi kuat bagi terbentuknya kesadaran bersama bahwa kedamaian tak bisa dibangun sendiri, melainkan ditanam bersama.
Di setiap pertemuan, semangat itu perlahan tumbuh. Pemuda yang dulu sering berseberangan kini duduk bersama, berbicara tentang masa depan dan peran mereka sebagai penjaga harmoni sosial.
RAMA nantinya bukan sekadar bangunan, melainkan wadah pembinaan dan pemberdayaan. Di sana, pemuda akan diarahkan ke berbagai kegiatan positif seperti, pelatihan kepemimpinan, kewirausahaan, olahraga, seni, dan konseling sosial.
Andreas ingin menjadikan RAMA sebagai ruang aman bagi generasi muda dimana tempat mereka didengar, diterima, dan diarahkan.
“Membangun perdamaian tidak cukup dengan aturan,” ujar Andreas.
“Tetapi dengan rasa memiliki dan kasih yang tumbuh dalam hati setiap anak muda.” sambungnya.
RAMA diharapkan menjadi simbol kebersamaan baru. Sebuah rumah yang menyatukan perbedaan dan menumbuhkan rasa memiliki terhadap Bumi Meren Kora Tual yang damai dan bermartabat.
Sosialisasi yang kini berjalan hanyalah langkah awal dari perjalanan panjang menuju cita-cita besar itu. Andreas menargetkan peresmian RAMA pada November 2025 mendatang, sebagai momentum lahirnya babak baru pembinaan pemuda di Kota Tual.
Di balik setiap langkahnya, ada keyakinan bahwa Tual bisa berubah, bukan karena kekuasaan, tapi karena kesadaran bersama bahwa damai adalah pilihan.
Ketika kelak papan bertuliskan Rumah Pemuda Maryadat berdiri di Dullah Selatan, mungkin tak banyak yang menyadari bahwa bangunan itu bukan sekadar gedung, melainkan lambang dari perjalanan panjang menuju persaudaraan.
Dan dari sana, di kota kecil di timur Maluku ini, kita akan melihat bahwa damai sedang belajar pulang, dibimbing oleh tangan-tangan muda yang akan tumbuh dengan martabat.


