Keempat jurnalis tersebut adalah Ifo Rahabav, Hendrikus Rahalob, Abiem Abdul Khohar, dan Jhoan Mutashim Amrulloh. Mereka melayangkan laporan ke Posko Siaga Ombudsman RI di Timika, yang kemudian diteruskan ke Perwakilan Ombudsman RI Papua di Jayapura.
Ketua Posko Siaga Ombudsman Mimika, Antonius Rahabav, membenarkan adanya laporan tersebut. Ia menilai tindakan Kasat Reskrim Mimika merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang mencederai prinsip negara hukum.
“Apa yang dilakukan terhadap jurnalis itu tidak pantas, apalagi mereka sedang menjalankan tugas konstitusional,” tegas Antonius Kamis (9/10/2025).
Menurutnya, intimidasi, ancaman, dan tekanan terhadap wartawan adalah pelanggaran serius terhadap hak warga negara dan kebebasan pers. Ombudsman pun menyatakan laporan itu memenuhi unsur maladministrasi publik, karena melibatkan pejabat negara sebagai pelaku dan masyarakat sipil sebagai korban.
Keempat jurnalis telah mengikuti seluruh prosedur resmi, mulai dari pengisian formulir aduan, pembuatan kronologis, hingga penyerahan bukti foto dan identitas diri. Semua dokumen kini diproses oleh Ombudsman untuk ditindaklanjuti secara hukum dan administratif.
Antonius menegaskan, Posko Siaga Ombudsman Mimika berdiri berdasarkan SK Nomor 13 Tahun 2025, dan menjadi wadah bagi masyarakat mencari keadilan di daerah.
“Kami pastikan laporan ini diproses hingga tuntas,” ujarnya.
Kasus ini menimbulkan keprihatinan luas di kalangan jurnalis Papua. Banyak pihak menilai, aparat yang seharusnya melindungi dan menjamin kebebasan pers justru menjadi sumber ketakutan.
Kini, publik menanti langkah Ombudsman RI — apakah benar-benar berani menindak tegas dugaan arogansi aparat, atau membiarkan persoalan ini hilang di balik pangkat dan seragam.


