Project Manager CFI Indonesia, Dr. Adipati Rahmat Gumelar, mengungkapkan bahwa hasil uji coba menunjukkan penurunan stunting signifikan di sejumlah lokasi. “Angkanya turun dari 30 persen menjadi 18 persen. Sebelumnya anak-anak nelayan hanya makan ikan goreng atau bakar, kini mereka bisa mengonsumsi nugget ikan, abon, sosis, hingga ikan asap yang lebih bergizi dan tahan lama,” jelasnya, Selasa (2/9/2025).
Berdayakan Nelayan dan Perempuan
Sejak 2020, program ini fokus pada pemberdayaan masyarakat nelayan di tingkat kampung (ohoi). Nelayan dilatih menggunakan GPS, fish finder, hingga perbaikan mesin kapal, sementara kelompok perempuan diajari mengolah hasil tangkapan menjadi produk bernilai tambah.
“Intinya kami membangun sistem yang saling terhubung: nelayan menangkap ikan, perempuan mengolah, dan kelompok usaha bersama (KUB) memasarkan produk,” tutur Adipati.
Produk olahan juga didorong memiliki nilai jual tinggi melalui branding, sertifikasi halal, hingga perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Model ini sudah berjalan di Ohoi Watkidat dan Ohoi Ordertawun, dan kini direplikasi ke kampung lain.
Dukung Program Pangan Biru
Wakil Bupati Maluku Tenggara, kata Adipati, menginginkan produk-produk olahan ikan lokal menjadi kebanggaan daerah sekaligus mendukung program pangan bergizi gratis. “Produk ini harus diuji kandungan gizinya agar bisa berkontribusi dalam menekan stunting. Itu sejalan dengan konsep pangan biru,” ujarnya.
Lindungi Wilayah Adat dan Konservasi
Selain sektor perikanan, CFI Indonesia juga aktif melindungi masyarakat hukum adat yang menjaga laut melalui tradisi sasi. Dengan pelatihan selam bersertifikat dan pemetaan berbasis GIS, wilayah adat kini memiliki peta zonasi resmi yang diakui Pemerintah Daerah.
“Dulu batas wilayah sasi hanya dari batu ke batu, sekarang sudah dipetakan dan disahkan lewat Peraturan Bupati maupun Gubernur. Masyarakat adat kini lebih berdaya menjaga laut dari pencurian nelayan luar daerah,” jelas Adipati.
Maluku Tenggara Jadi Inspirasi
Menurutnya, masyarakat Maluku Tenggara sangat kooperatif, pekerja keras, dan cepat beradaptasi dengan pelatihan. Hal ini membuat Kabupaten tersebut dipilih sebagai percontohan nasional. “Hasil baik di Maluku Tenggara akan kami dorong untuk diterapkan di wilayah lain,” katanya.
Ia menambahkan, keberhasilan ini tidak lepas dari semangat warga pesisir yang sejak awal ingin mandiri. Kini, sejumlah perempuan nelayan telah mampu menghasilkan omzet belasan juta rupiah per bulan, sementara nelayan semakin terampil menggunakan teknologi modern.
Harapan ke Depan
Program CFI Indonesia masih akan berjalan hingga 2026 dengan fokus pada perikanan, konservasi, pariwisata, dan penguatan masyarakat adat. “Harapan saya, masyarakat terus semangat bekerja dan belajar, agar manfaat program ini berkelanjutan untuk masa depan mereka dan lingkungan,” tutup Adipati.