Berdasarkan data per 16 November 2025, Tomsi mengungkapkan realisasi pendapatan daerah baru mencapai 78,45 persen secara nasional, atau tertinggal sekitar 20 persen dari capaian 2024. Secara rinci, provinsi mencatat 79,58 persen, kabupaten 77,80 persen, dan kota 78,98 persen. Namun yang paling memprihatinkan, kata Tomsi, adalah realisasi belanja: provinsi baru 64,43 persen, kabupaten 63,65 persen, dan kota 64,03 persen.
Tomsi meminta kepala daerah segera melakukan evaluasi cepat untuk memperbaiki pola eksekusi anggaran yang lambat. Ia juga menyoroti sejumlah daerah yang pendapatannya tinggi namun serapan belanjanya rendah. “Papua Tengah itu realisasi pendapatannya 89 persen, tapi belanjanya baru 52 persen,” tegasnya.
Untuk mencegah persoalan yang sama terulang pada 2026, Tomsi mendorong Pemda memperbaiki kualitas perencanaan anggaran dan meningkatkan pengawasan kepala daerah maupun pimpinan OPD. “Kami akan terus membantu percepatan realisasi APBD,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni menawarkan sejumlah strategi percepatan. Di antaranya pengadaan dini sejak akhir Agustus, optimalisasi E-Katalog dan toko daring, penggunaan Kartu Kredit Pemerintah Daerah (KKPD), percepatan juknis DAK, serta pembayaran tagihan pihak ketiga sesuai progres pekerjaan. Ia juga mendorong peningkatan kapasitas aparatur, evaluasi rutin, serta pemberian reward and punishment bagi OPD.
Rakor tersebut diikuti secara virtual oleh para gubernur, bupati, wali kota, sekda, inspektur, kepala Bapenda, dan kepala Bappeda dari seluruh Indonesia.


