Insiden itu terjadi pada Selasa malam (11/11/2025), saat HB melakukan check-in pukul 23.30 WIB untuk dua tiket dalam satu kode booking—masing-masing atas nama dirinya dan saudaranya, WRR. Karena terlambat tiba di bandara, WRR tidak sempat boarding. Namun seluruh bagasi seberat 30 kilogram sudah diterima petugas Citilink dan ditag atas nama WRR.
Menurut HB, seharusnya bagasi milik penumpang yang tidak ikut terbang tidak boleh diterima karena melanggar prosedur keamanan penerbangan internasional (baggage-passenger reconciliation). Namun, Citilink tetap memprosesnya.
“Setelah pesawat mau berangkat, petugas bilang jatah bagasi WR hangus, dan saya disuruh bayar kelebihan 15 kilogram. Karena waktu sudah mepet, saya tidak sempat bayar,” ujar HB, Rabu (12/11/2025).
Sesampainya di Bandara Pattimura Ambon, Citilink disebut menahan seluruh bagasi milik HB dan mengancam tidak akan menyerahkannya sebelum ia melunasi biaya tambahan. Dalam keadaan terdesak, HB akhirnya membayar secara terpaksa agar kopernya bisa diambil.
Yang mengejutkan, pembayaran itu tidak melalui sistem resmi Citilink, melainkan ditransfer ke rekening pribadi salah satu pegawai Citilink.
“Ini bukan kesalahan sistem, tapi pemerasan terhadap penumpang. Saya punya bukti transfer ke rekening pribadi pegawainya,” tegas HB.
Selain dugaan pungli, HB juga menyoroti minimnya transparansi dan sosialisasi aturan bagasi oleh Citilink. Menurutnya, tidak ada penjelasan bahwa jatah bagasi penumpang yang batal berangkat otomatis hangus, baik saat pembelian tiket, check-in, maupun sebelum boarding.
“Kalau memang ada aturan seperti itu, seharusnya disampaikan sejak awal, bukan setelah pesawat mendarat. Ini jelas tidak manusiawi,” katanya.
HB menilai kejadian ini menunjukkan lemahnya pengawasan internal dan potensi penyalahgunaan wewenang dalam operasional Citilink. Sebagai bagian dari grup Garuda Indonesia, Citilink seharusnya menjunjung tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik.
Melalui rilis yang diterima redaksi Kamis (13/11/2025), HB menuntut Citilink untuk segera:
•Menyampaikan klarifikasi resmi dan permintaan maaf terbuka.
•Mengembalikan biaya bagasi yang dibayarkan ke rekening pribadi pegawai.
•Mengusut tuntas oknum yang terlibat.
•Menghentikan praktik penahanan bagasi tanpa dasar hukum.
•Meningkatkan sosialisasi aturan bagi penumpang.
HB juga berencana melaporkan kasus ini ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) untuk penyelidikan lebih lanjut.
“Citilink harus bertanggung jawab. Tidak boleh ada pegawai yang meminta pembayaran di luar sistem resmi,” tegasnya.
Kasus ini diharapkan menjadi alarm bagi otoritas penerbangan dan regulator nasional untuk memperketat pengawasan terhadap maskapai, sekaligus memastikan hak-hak konsumen penerbangan terlindungi secara adil dan transparan.


