Hal itu disampaikan Bima saat menjadi pembicara di Konferensi Musik Indonesia di Golden Ballroom The Sultan Hotel, Jakarta, Jumat (10/10/2025).
Menurut Bima, data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan musik adalah hiburan paling digemari masyarakat Indonesia. Sebanyak 52 persen masyarakat menyukai musik, diikuti film 50 persen, dan tarian 26 persen.
“Orang Indonesia suka musik, suka film, suka menari. Dengar musik sedikit saja pasti ikut joget,” ujarnya.
Bima menilai, momentum bonus demografi menjadi peluang besar bagi daerah untuk mengembangkan sektor kreatif, termasuk musik. Generasi muda, kata dia, perlu diberi ruang dan fasilitas agar bisa berkreasi dan berkontribusi pada ekonomi daerah.
Ia menekankan bahwa industri musik bukan sekadar hiburan, tetapi ekosistem ekonomi yang bisa menciptakan lapangan kerja, menggerakkan UMKM, dan menarik investasi. Namun, Bima mengakui masih ada hambatan birokrasi dan regulasi yang menyulitkan pelaku industri.
“Masih ada kendala soal perizinan, biaya, dan birokrasi yang rumit. Ini perlu dibenahi agar ekosistemnya sehat,” tegasnya.
Bima juga menyoroti pentingnya peran kepala daerah dalam memperbaiki tata kelola dan mengoptimalkan potensi musik serta seni pertunjukan sebagai sumber PAD baru.
“Industri kreatif punya prospek strategis untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah,” tambahnya.
Ia menutup dengan menyampaikan bahwa Kemendagri siap menjembatani koordinasi lintas sektor agar pengembangan industri kreatif bisa berjalan optimal hingga ke daerah.


