MBG, Ujung Tombak Revolusi Pembelajaran di Era Deep Learning

“MBG bukan hanya soal memberi makan, tetapi memberi energi bagi otak untuk berpikir, bagi hati untuk semangat, dan bagi bangsa untuk maju,”

Oleh: Gerry Ubra, S.Pd — Guru SMA Negeri 1 Tual

Siswa-siswi SMA Negeri 1 Kota Tual tampak sedang menyantap makan siang program MBG. Foto/dok: Gerry Ubra.

TUAL, HARIANMALUKU.com — Di tengah upaya pemerintah mendorong kualitas pendidikan nasional melalui pembelajaran berbasis deep learning, muncul satu inovasi sosial yang kian mendapat perhatian: Program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Program ini dinilai bukan sekadar bantuan sosial, tetapi strategi pendidikan masa depan yang menjadi ujung tombak peningkatan mutu belajar siswa di era pembelajaran mendalam.

Menurut Gerry Ubra, S.Pd, guru SMA Negeri 1 Tual, MBG memiliki posisi strategis dalam membangun fondasi kognitif dan emosional siswa. “MBG bukan hanya soal memberi makan, tetapi memberi energi bagi otak untuk berpikir, bagi hati untuk semangat, dan bagi bangsa untuk maju,” tulisnya dalam opininya berjudul MBG: Ujung Tombak Peningkatan Pembelajaran di Era Deep Learning dan Pembelajaran Mendalam.

Gizi Baik, Dasar Otak Cerdas dan Pembelajaran Mendalam

Konsep deep learning atau pembelajaran mendalam menekankan pemahaman reflektif, analitis, dan kreatif — bukan sekadar hafalan. Namun, menurut Ubra, kemampuan itu tidak akan tumbuh jika siswa datang ke sekolah dalam keadaan lapar atau kekurangan energi.

“Banyak riset membuktikan gizi seimbang berkorelasi langsung dengan fokus, daya ingat, dan semangat belajar. MBG menjawab kebutuhan ini dengan menyediakan energi dasar bagi proses berpikir yang mendalam,” ujarnya.

Nutrisi seperti protein, zat besi, dan omega-3, lanjutnya, berperan besar dalam pembentukan sel otak dan transmisi saraf. Kekurangan gizi bisa menurunkan kemampuan kognitif, membuat siswa sulit berkonsentrasi, dan menurunkan minat belajar.

Membangun Motivasi dan Budaya Sekolah Sehat

Selain berdampak akademik, MBG juga berfungsi sosial dan psikologis. Saat siswa merasa diperhatikan kebutuhan dasarnya, muncul rasa keterikatan emosional terhadap sekolah. “Ketika anak merasa nyaman dan dihargai, motivasi intrinsiknya tumbuh. Mereka belajar bukan karena paksaan, tetapi karena semangat dari dalam diri,” jelas Ubra.

Program MBG juga dinilai mampu membangun budaya sekolah yang sehat dan produktif. Kegiatan makan bersama, misalnya, menjadi ruang pembentukan karakter — melatih disiplin, tanggung jawab, empati, dan kebersamaan.

Integrasi MBG dan Kurikulum Deep Learning

Ubra menilai, efektivitas MBG akan meningkat jika diintegrasikan langsung dengan kurikulum. Guru bisa menjadikan gizi sebagai tema lintas pelajaran.

“Dalam biologi, siswa dapat meneliti kandungan gizi makanan lokal. Dalam fisika, mereka bisa menghitung energi kalori. Dalam PPKn dan Bahasa Indonesia, mereka bisa menulis opini atau debat tentang kebijakan MBG,” jelasnya.

Pendekatan kontekstual ini membuat siswa memahami bahwa belajar bukan sekadar mengejar nilai, tetapi menemukan makna dalam kehidupan sehari-hari — inti dari deep learning sejati.

Guru dan Sekolah sebagai Motor Gerakan MBG

Ubra juga menekankan pentingnya peran guru dalam menjembatani MBG dengan peningkatan motivasi belajar. Guru bukan hanya pengajar, tetapi motivator yang memahami kondisi psikologis siswa. “Dialog ringan saat makan bersama bisa menjadi momen penting untuk menumbuhkan semangat dan kedekatan emosional,” tulisnya.

Ia juga mendorong sekolah untuk berkolaborasi dengan petani lokal, koperasi siswa, dan UMKM pangan agar program berjalan berkelanjutan. Keterlibatan siswa dalam pengelolaan MBG bahkan bisa menjadi bagian dari project-based learning yang melatih tanggung jawab sosial dan kewirausahaan.

Tantangan dan Visi ke Depan

Meski memiliki banyak manfaat, Ubra tidak menutup mata terhadap tantangan implementasi MBG, seperti pendanaan, distribusi, dan pengawasan kualitas gizi. Namun, ia optimistis, tantangan tersebut bisa diatasi dengan kerja sama lintas sektor antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat.

“Ke depan, MBG harus dipandang sebagai gerakan nasional pemberdayaan generasi pembelajar mendalam, bukan sekadar program bantuan. Sekolah bisa membangun smart canteen, sistem pemantauan gizi berbasis aplikasi, dan melibatkan siswa dalam manajemen dapur sekolah,” ujarnya.

Generasi Sehat, Cerdas, dan Bahagia

Dalam penutup opininya, Ubra menegaskan bahwa MBG merupakan pondasi peradaban belajar baru di era deep learning. “Tidak akan ada pembelajaran bermakna jika siswa lapar, letih, atau kehilangan semangat. MBG menumbuhkan tubuh yang sehat, pikiran yang jernih, dan hati yang bahagia,” tulisnya.

Ia menegaskan, pendidikan adalah investasi masa depan, dan MBG adalah modal utamanya. “Di balik setiap anak yang kenyang dan sehat, tersembunyi potensi ilmuwan, pemimpin, dan inovator masa depan yang siap membawa Indonesia menuju kejayaan,” pungkasnya.

Catatan Redaksi:

Tulisan ini merupakan opini edukatif karya Gerry Ubra, S.Pd, Guru SMA Negeri 1 Tual. Pandangan dalam artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis, namun relevan untuk memperkaya wacana pendidikan nasional di era pembelajaran mendalam.

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama
SPONSOR