Investasi tersebut akan difokuskan pada pembangunan infrastruktur dan pengembangan budidaya rumput laut di empat kabupaten: Maluku Tenggara, Kepulauan Tanimbar, Maluku Barat Daya, dan Kepulauan Aru.
Proyek ini ditargetkan berkembang dari tahap awal seluas 100 hektare menjadi 1.000 hektare di tahun kedua, dan secara bertahap mencapai ambisi 1 juta hektare lahan budidaya dalam jangka panjang.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, Erawan Asikin, mengatakan pengembangan ini akan memanfaatkan teknologi terbaru, termasuk budidaya offshore dengan sistem mekanisasi.
“Lokasi tanam akan lebih jauh dari pantai, dengan memanfaatkan teknologi yang mampu menjangkau perairan lepas. Penanaman bisa menggunakan mesin, namun tetap menyerap tenaga kerja karena luas lahan bertambah signifikan,” jelas Erawan dikutip dari Kompas.com usai penandatanganan MoU.
Menurutnya, perluasan area tanam sangat penting untuk mencapai skala produksi yang layak secara ekonomi. Lokasi budidaya sebelumnya seperti di Seram Bagian Barat dan Maluku Tengah dinilai terlalu kecil untuk mendukung pengembangan industri rumput laut terpadu.
Selain jenis unggulan seperti Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum, proyek ini juga akan mencakup budidaya rumput laut jenis lain seperti lat-lat atau anggur laut. Erawan menekankan pentingnya ketahanan terhadap penyakit dan peningkatan kualitas benih sebagai bagian dari strategi pengembangan yang berkelanjutan.
“Dengan dukungan teknologi dari YSIT, kami berharap bisa mendapatkan benih yang lebih unggul dan bebas penyakit, sehingga produksi tetap stabil,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua YSIT, Nelly Marinda Situmorang, menegaskan bahwa investasi ini mencakup pembangunan infrastruktur pendukung, pelatihan sumber daya manusia, serta penguatan ekosistem lingkungan.
“Pada tahun pertama, dana sebesar Rp 2 triliun akan difokuskan untuk pembangunan fasilitas seperti Balai Latihan Kerja, sistem budidaya terpadu, pabrik pengolahan rumput laut, tempat pengeringan, hingga sistem daur ulang air yang ramah lingkungan,” ujar Nelly.
Nelly juga menekankan pentingnya pelibatan aktif masyarakat lokal dalam seluruh tahap pelaksanaan proyek, sebagai upaya untuk menciptakan dampak ekonomi yang merata dan berkelanjutan di kawasan Indonesia Timur.
“Ini bukan sekadar investasi, tapi bentuk komitmen jangka panjang untuk membangun ekosistem kelautan yang kuat dan inklusif,” tandasnya.
Dengan potensi wilayah laut yang luas dan dukungan teknologi mutakhir, Pemerintah Provinsi Maluku optimistis langkah ini akan menjadikan Maluku sebagai pusat industri rumput laut nasional sekaligus penggerak ekonomi biru di Indonesia.