Alih-alih hadir dengan pelayanan prima sebagai garda depan keimigrasian, Kantor Imigrasi Kelas II TPI Tual justru hilang tanpa jejak. Padahal, undangan resmi dari Pemkab Maluku Tenggara telah dilayangkan sejak jauh hari. Ada apa dengan Imigrasi Tual?
Para yachter internasional yang telah menempuh ribuan mil laut, mengikuti prosedur resmi, dan membayar biaya masuk sesuai aturan dibuat kecewa. Instansi yang memegang kunci pemeriksaan dokumen justru tak tampak di lokasi.
Acara yang dibuka pukul 08.00 WIT tetap berjalan. Satu per satu kapal peserta—21 dari total 36 kapal yang sudah terdata—merapat ke Pantai Ngiarvarat membawa 56 wisatawan mancanegara. Mereka disambut hangat Pemkab dan masyarakat lokal. Namun, sampai acara selesai, petugas Imigrasi tak kunjung muncul.
Akibat kelalaian ini, Bea Cukai Kota Tual terpaksa melampaui kewenangannya demi menyelamatkan proses pemeriksaan kapal. Mereka dibantu KPLP Kelas II Tual, Distrik Navigasi Tipe A Kelas III Tual, UPP Kelas II Tual, Basarnas, dan Balai Karantina.
Publik pun murka. “Ini acara dunia, bukan main-main. Bagaimana mungkin Imigrasi tidak hadir?” ucap salah satu pengunjung dengan nada kecewa. Sejumlah pejabat daerah bahkan terang-terangan mempertanyakan komitmen Imigrasi dalam mendukung Pariwisata dan investasi di daerah tersebut.
Ketidakhadiran ini dinilai mencoreng citra Maluku Tenggara dan Indonesia di mata internasional. Padahal, dari 19 titik rally, Maluku Tenggara menjadi lokasi pertama yang disinggahi para yachter.
Hingga berita ini diturunkan, pimpinan Imigrasi Kelas II Tual memilih bungkam dan belum memberikan klarifikasi terkait alasan ketidakhadiran mereka.
Sail to Indonesia adalah agenda bergengsi yang setiap tahun menjadi sorotan dunia. Kelalaian instansi vital seperti Imigrasi Tual menuntut evaluasi serius dan pertanggungjawaban tegas agar reputasi Maluku Tenggara tidak hancur di panggung internasional.