Menurut Reniuryaan, kasus ini bermula dari laporan seorang ibu yang datang menangis ke rumahnya. Sang ibu, tetangganya sendiri, mengaku putranya tak bisa tidur tanpa mencium bau bensin. Setiap hari, anak itu membawa botol kecil berisi bensin ke mana pun ia pergi. “Selama hampir lima bulan, aktivitas menghirup bensin menjadi kebiasaannya. Dalam rumah, hanya tercium aroma bensin. Anaknya tidur di lantai keramik tanpa alas, hanya mengenakan celana pendek. Ini sangat memprihatinkan,” beber Reniuryaan.
Beruntung, berkat kerja cepat tim rehabilitasi BNN, anak tersebut kini sudah pulih. Ia tak lagi membawa botol bensin dan sudah menjalani hidup yang lebih sehat. “Ibunya datang kembali dan mengucapkan terima kasih. Kini anaknya sudah pakai baju saat tidur, sudah pakai alas tidur, dan yang paling penting rumah mereka tidak bau bensin lagi,” jelasnya.
Kisah nyata ini disampaikan sebagai peringatan keras bahwa penyalahgunaan zat adiktif seperti bensin telah menyusup hingga ke pelosok desa dan menyasar anak-anak usia sekolah dasar. Kepala BNN Kota Tual mengingatkan bahwa zat adiktif bukan hanya narkotika dan psikotropika, tetapi juga termasuk bahan seperti bensin, lem aibon, tiner, dan lainnya yang biasa digunakan anak-anak untuk "nge-fly".
Rapat yang digelar bertepatan dengan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2025 itu dihadiri berbagai pihak, termasuk Wakil Wali Kota Tual, Wakil Ketua DPRD Kota Tual, Sekretaris TP PKK Maluku Tenggara, Kepala Dinas Pendidikan Tual dan Maluku Tenggara, Kesbangpol, camat, kepala ohoi, serta berbagai stakeholder lintas sektor.
Dalam paparannya, Reniuryaan menekankan pentingnya kolaborasi seluruh elemen masyarakat untuk menciptakan desa bersinar (bersih dari narkoba). Ia juga mengutip pernyataan Presiden ke-7 Joko Widodo bahwa peredaran gelap narkotika adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang membahayakan masa depan generasi muda dan daya saing bangsa.
Mengacu pada visi pembangunan nasional 2025–2029 di bawah Presiden Prabowo Subianto, ia menegaskan bahwa investasi besar-besaran pada sumber daya manusia akan sia-sia jika generasi bangsa rusak oleh narkoba dan zat adiktif lainnya.
Dalam program prioritas pemerintah, jelas Reniuryaan, pencegahan dan pemberantasan narkoba menjadi salah satu fokus utama. Hal ini tercermin dalam poin ke-6 dari 17 program prioritas Presiden dan juga dalam Asta Cita poin ke-7 terkait reformasi hukum dan pemberantasan narkoba serta korupsi.
“Saatnya kita bertindak luar biasa untuk melawan kejahatan luar biasa. Jangan sampai anak-anak kita rusak mental dan fisiknya karena bensin, lem, atau narkoba,” tegasnya.